Kamis, 11 Juni 2009

Aku, Kamu, dan Dia (Mempertahankan Indonesia dari kaca mata generasi muda )

Aku, Kamu dan Dia
Aku = Indonesia
Kamu = Negara tetangga
Dia = Negara Adi Kuasa

Aku,,,,,
Jika Aku jadi kamu,, maka akan ku raih apa yang bisa kuraih di sekitar ku.
Jika Aku jadi dia,, maka akan ku genggam seluruh isi dunia.
Tapi,,,,
Aku tak mau jadi Kamu ataupun Dia.
Aku ingin tetap jadi Aku.
Menyelami dalamnya samudra ku
Dan memandang hijaunya sawah ladang ku.
Jauh lebih indah dari pada harus menjadi Kamu dan Dia.
Aku,,,,,
Ingin tetap menjadi Aku.
Karena Aku adalah
GEMAH RIPAH LOH JINAWI
TOTO TENTREM KERTO RAHARJO
by : Wike dwi Utomo

== Satge 1 ==> Salam Berfikir
Hari ini tanggal 2 agustus 1984, pagi itu aku terbangun bersama heningnya senyuman yang tertuang dari garis-garis tipis kulit berwarna coklat yang mewarnai seluruh wajah ku. Mentari memberikan tunduk salamnya dengan penuh rasa kasih sayang kepada pori-pori kulit ari ku. Seraya tak mau kalah, udara sejuk pagi hari menerbangkan buliran-buliran embun pagi ke seluruh ruangan kamar sempit ini, yang jika di hirup,, "hhhhmmmmmmm Amboiiiii sejuknya", begitu kiranya kata yang akan terucap secara otomatis dari fovea nasalis mu. Burung pagi yang berkaki pendek dan berparuh pendek pula mencoba ikut meramaikan suasana dengan cara berlompatan terlihat jinak namun gesit sangat. Iringan simphoni pagi yang merdu bukan kepalang mengalun dari sang empunya paruh itu. Banyak sekali jenis burung pagi disni, sampai tak mampu aku menghitungnya dengan nalar dan logika.
Ke damaian, Ke elokan dan ke sejukan, mungkin hanya akan terjadi disini. Di tanah yang menjulang dari sabang sampai merauke, di wilayah yang membentang hijau alami asri di sekitar katulistiwa. Inilah rumah damai ku, meskipun hanya beratapkan sayap garuda, berdindingkan abu para pejuang dan bertaman hamparan hutan tropis di kalimantan, aku bangga tinggal disini. Biar orang mengatakan aku pemalas, dengan bangun pukul 8.00 dan tidur pukul 15.00, tapi aku tak peduli, tak akan ku hiraukan runyaman mulut iri mengeringkan keringat damai ku.
Segudang gabah berjubel bahkan hingga meluber tercecer dari lumbung padi rumahku, tak elak dengan segala kemurahan dan kerendahan hati, ku berikan gabah-gabah itu ke tetangga ku, ku ajari mereka cara menanam Oryza sativa supaya berbulir montok dan ranum. Mereka pun terkekeh dan berkeluh kegirangan di hari itu. Sungguh aku masih ingat betul saat itu. Aku pun melangkahkan kaki ku dengan menyeret sejuta kebanggaan dan kebahagiaan karena telah menolong saudra-saudara ku yang berbeda teritorial. Senyum pun ku sunggingkan di depan para pelajar-pelajar yang sibuk mencium tangan kedua orang tuanya kala bel masuk sekolah hampir berbunyi. Tepat di depan sebuah sekolah dasar kecil namun asri, langkah ku kuhentikan kembali. Sejenak aku merinding bangga melihat sang saka merah putih berkibar perlahan menuju ujung tiang nya dengan diiringi alunan mesra lagu kebangsaan yang berdengung dari puluhan anak-anak kecil berseragam putih merah itu. Hati ku berdecak kagum melihat para pelajar lainnya yang sopan santun tersenyum pada gurunya meskipun hanya dengan balutan kain usang dan buku bergaris dengan pori-pori meringis, dia pun mencoba menghafal kata-kata bahasa asing yang belum populer pada saat itu. Hmmmmmm,,, aku pun pulang dengan rasa lega bangga menulusup melalui sungsum tulang belakang ku.
Hari itu kuisi kosongnya rongga paru-paru ku dengan sejuta rasa bangga nan bahagia, sontak langsung membawa ku kedalam alam relaksasi di balik pejaman kelopak mata. Dalam tidur sekejapku, aliran nafas ku tak terkontrol, keringat dingin ku mengucur menetes seperti orang habis lari marathon. Malam pun berlalu tak terasa, dan waktu pun berjalan seperti kilatan cahaya petir yang bergurat dan menakutkan. Tak terasa aku ternyata sudah tertidur terlalu lama.
Hari ini Jumat 12 Juni 2009, Aku sontak terbelalak karena matahari kini bertingkah laksana anjing galak tatkala menyapaku. Kesopanan matahari pagi yang begitu sabar, kini berubah durjana. Menyalak membentak kulit ku dengan asupan energi panas yang berlebihan, membuat pori-pori tak ber selimut di tubuhku seketika langsung merah dan kemudian menghitam. Mataku langsung melotot dan berputar-putar mengobserfasi puluhan kejadian yang membingungkan di pagi ini. Saat ku buka jendela dan bersiap mendengarkan simphoni cicit cuit burung-burung pagi, telingaku merasakan getaran gelombang yang berbeda di pagi ini.
"mmmmm,,,,, apa itu??"
"Bukan-bukan, itu bukan suara burung-burung pagi ku"
"Jreng-jreng.........", getaran itu terus mengalun. Setelah kutanyakan kepada saudara muda ku tentang suara apa yang telah menggantikan simphoni embun pagi ku. Hmmmmmm,,,, ternyata itu adalah alunan gitar Iwan Fals yang menyanyikan kritikan-kritikan cerdas kepada pemerintah.
Di pagi ini aku benar-benar bingung, semua telah berubah, semua mirip sarang laba-laba yang semrawut di atap rumah ku. Dari lagu yang di dendangkan milik iwan fals, sepertinya di pagi ini benar-benar sudah kacau. Koruptor-koruptor yang di lambangkan sebagai tikus-tikus berdasi, gaji guru yang dikebiri milik bapak omar bakri, sampai harapan-harapan mulia kepada para anggota dewan dan presiden. Belum sempat aku berfikir tentang pagi ini, tiba-tiba mobil polisi dengan sirine yang meraung-raung membawa ratusan peti mati TKI. Hamparan sawah yang dulu hijau kini menganga kering kerontang tinggal tulang. Tuhan,,, apa yang sebarnya terjadi di pagi hari ini?? apakah aku masih bermimpi???
Tertegun aku menunduk memandang kerikil hitam yang garang, gontai dan lunglainya langkah ku membuat debu-debu yang bercampur angin menerbangkan anganku ke udara. Akhirnya ku dudukkan pantatku di sebuah gelondongan glugu yang sudah tua, dari bentuk potongannya, nampaknya kayu ini telah mati sebelum waktunya. Dengan sedikit mengerutkan dahi, aku tekuk lutut berdebu ini, sambil ku letakkan kedua siku tangan ku diatasnya. Sejenak aku merenung, lalu mendongak keangkasa sambil mencoba mendengarkan berita dari alam lewat hembusan sang udara.
Di dalam rintihan suara mistisnya, alam mencoba berbisik padaku. Hari ini adalah milenium baru, abad baru dan jaman baru. Jaman dimana lapisan ozon telah terkikis tipis, hingga membuat mentari pagi marah dan mengoyak pori-pori mu. Jaman ini adalah jaman krisis, dimana kepercayaan hanyalah sebuah gurauan belaka yang di umbar saat kampanye. Jaman ini adalah jaman sulit, yang membuat jutaan pribumi berduyun-duyun berebut disiksa untuk mendapatkan ringgit dan dolar. Jaman ini adalah jaman sulit, dimana aku harus menjilat dan menuruti kemauan kamu dan dia hanya untuk melahap singkong yang tumbuh di halaman ku sendiri.
Setitik metafora diatas adalah sebuah perjalanan refolusi yang menyayat dan melukai hati sang garuda yang tanpa lelah menaungi kita. Sepercik gambaran yang mencoba tertuang di halaman putih negara ini dengan keheningan goresan tinta yang terbuat dari darah dan tetes air mata para kaum pribumi yang semakin tersisih. Sebuah renungan betapa rapuhnya negara yang berisikan rayap-rayap pekerja yang bodoh dan dibodohi, sehingga tak pernah tau betapa pentingnya melakukan metamorfosis untuk membangun bangsa dan mensejahtrakan semuanya.
Pemerintah hanya bisa berujar, politikus tak malu berucap sumpah, mahasiswa berorasi arogan dengan sebuah tuntutan tanpa pernah berfikir untuk bersama menghasilkan solusi tentang perubahan, sedangkan para konglomerat rame-rame munutup kaca mobilnya yang berwarna hitam dengan mencoba bertindak apatis seraya tak peduli dengan semua yang terjadi. Semua saling menunggangi, semua saling berebut benar, sehingga jutaan rakyat hanya bisa duduk, melihat dan menahan sakit dari sebuah hal yang harus mereka rasakan tanpa tau sebab musababnya.
Namun, sayatan, tikaman dan penindasan yang terjadi saat ini hanyalah sebuah imbas dari perubahan yang sedang dialami bangsa ini. Bangsa ini sedang mengalami revolusi, mencoba melakukan perbaikan dan perubahan untuk menaikkan derajatnya. Revolusi memang pasti terjadi pada sebuah negara yang ingin memperbaiki nasibnya. Tak jarang harus ada tumbal dan korban dari peristiwa revolusi . Semua ini bisa berjalan cepat ataupun lambat, tergantung sejauh mana bangsa tersebut mampu belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan dan menjadikannya sebagai guru terbaik di dalam bernegara.
Banyak sekali negara-negara besar didunia yang pernah mengalami revolusi, misalnya prancis, inggris, Amerika, jepang, china, dan lain-lain. Dalam menjalani fase revolusinya, prancis menghabiskan waktu 75 tahun untuk hidup dibawah penderitaan dengan diwarnai tetes darah dan jeritan para kaum proletar. Sedangkan revolusi industri di inggris berlangsung mulai 1760 hingga 1860, sungguh masa yang sangat lama untuk selalu mendengarkan jeritan para kaum buruh. Sedangkan di Indonesia revolusi baru di mulai, jadi masih akan banyak sekali berbagai penderitaan yang harus kita alami. Bangsa ini masih prematur, baru berusia 63 tahun, belum seabad bangsa ini mengecap aroma kemerdekaan. semua mengalami proses, tidak bisa dari bayi langsung menjadi orang tua, sehingga di dalam masa revolusi adalah sebuah masa untuk belajar dari seluruh kejadian yang menimpa kita.
Kasus korupsi yang tak terhitung jumlahnya, berita tentang pembunuhan yang setiap hari selalu tayang di TV, kasus penculikan, pencabulan, dan kekerasan dalam rumah tangga yang selalu nimbrung ngikut dibelakangnya, demonstrasi yang berakhir dengan kerusuhan dan berita tentang TKI yang disiksa, Itu semua adalah pengalaman yang harus kita ambil hikmahnya. Pepatah mengatakan, guru terbaik adalah pengalaman dan sekarang saatnya menjadikan seluruh bencana derita yang terjadi di negeri ini menjadi sebuah guru buat kita. sanggupkah kita??
Suatu ketika saya pernah ngobrol dengan teman saya di kampus sesaat setelah kuliah mikro biologi. Saya ingat betul waktu itu, hanya gara-gara memperdebatkan masalah minimnya fasilitas di laboratorium kami, tak sadar arah pembicaraan kita melangkah kepada sebuah hal yang sangat kental dengan aroma politik dan kenegaraan. Dengan sebuah nada yang jengkel dan putus asa karena tidak mendapatkan fasilitas yang semestinya, dia mengatakan :
"Hahhhh,,, beginilah orang indonesia......#@#*!^@%$#@!...", kalimat yang belakang sengaja saya samarkan karena tidak etis untuk saya tuliskan. Sejenak saya terdiam lalu kemudian tertawa dalam hati.
"hahahahaha,, lha bukankah dia juga orang Indonesia".
Sebuah hal yang sangat memalukan dan selalu kita lakukan adalah menghina negeri kita sendiri. Bukankah menghina negeri sendiri sebenarnya adalah menghina diri kita sendiri?? Tapi hal tersebut hampir selalu kita lakukan untuk menumpahkan kekesalan dan rasa keputus asaan terhadap sebuah keburukan yang terjadi di negeri ini. Sebenarnya kita semua tahu akan sebuah hal yang benar itu seperti apa, namun sayangnya egoisme pribadi selalu mencoba menfaatkan setiap situasi yang ada.
Aku paling tidak suka ketika orang mengatakan indonesia itu jelek, buruk, ketinggalan jaman, dan sebagainya. Karena menurut ku, mereka yang mengatakan demikian tak ubahnya seekor kecoa yang benci dengan rumahnya sendiri. Meskipun kotor dan bau busuk, namun ini rumah kita. Jika tidak ingin orang memandang keburukan kita, maka kita bersama harus membersihkannya dan menjadikannya seindah mungkin. Jika tidak kita yg merawat rumah kita, maka siapa lagi yg akan merawatnya...? Berkomentar saja tidak lah cukup kawan,, namun yang dibnutuhkan sekarang ini adalah sebuah tindakan riil.

=========================== Segitiga Metafora ===========================





Jodoh ku Jumat Kliwon


Tersedak aku menahan kaget dari deringan telephone yang meraung tepat ada di samping kiri telingaku. Serta merta kuah mie instan yang menggenangi separuh mangkuk yang dari tadi bersemedi di atas telapak tangan ku, tercecer berurai membasahi lantai putih dapur rumah ku. Dengan batuk-batuk kecil sampai sedang mendendang di sela-sela tenggookan, aku mencoba mengendalikan diri ku. Sontak aura marah menyelimuti wajah ku, "Anjrit,,,, siapa gerangan orang yang tak tahu sopan santun ini". Gumamku sambil meletakkan mangkuk ayam jago diatas meja makan.
"Halo......"

"Halo......"
"Ini siapa??", dengan nada sedikit lebih tinggi dari nada dasar ku coba menghardik si penelephone misterius itu.
"Tole......"
"Ini ........", belum selesai si empunya suara itu mengakhiri kalimatnya, langsung saja aku potong dengan hentakan pedang kata-kata kesal ku.
"Woi ini siapa??? Salah sambung....", hahahahaha, sedikit jumawa ku gertak penelephone misterius itu dengan sebuah kalimat intimidasi tak sopan namun ampuh untuk membuat kapok orang yang telah menumpahkan semangkuk mie instan yang begitu aku cintai. Sedikit ku sunggingkan senyumku dan bergegas menutup telephone itu, namun tiba-tiba terdengar suara lemah lembut keluar dari gagang telephone ku.
"INI EYANG PUTRI",,,, dengan nada kesal si empunya suara itu mencoba mencekikku.
Alamak,,,,,,,,, util-util tumit,,, hahahahahaha,,, kalimat umpatan ku karena kebodohan yang aku lakukan. Hmmmmm aku benar-benar malu, telah bersikap gak sopan ama eyang putri ku,, wah-wah bisa-bisa waktu pulang kuliah ke malang besok aku gak dikasih sangu neh.
Dengan jantung yang masih gemuruh seperti genderang perang, aku mencoba bersikap santai, tapi sial,,,, lidah merah ku yang menjulur seperti kue cenil seraya tak mau kompromi. Maksud hati mengucapkan kata-kata maaf dengan lancar tapi apa daya...
"mmm.........", dengan terbata-bata kucoba mengkontrol lidah tak bertulang ku.
"mmmmm.... maaf eyang, aku pikir siapa tadi..", hufffffff akhirnya kumenangkan juga peperangan melawan rasa gemeliur bersalah yang menerpa dan menghipnotis lidah ku.
"Kamu ini, sama orang tua nggak tau sopan santun", hardik eyang putri ku berusaha menyudutkan ku pada ring penyesalan. Belum sempat ku meratapi rasa bersalah ku, eyang putri ku sudah nerocos lagi. Seperti air terjun niagara yang tak pernah kering, begitu pula dengan kata-katanya. Namun sejatinya eyang ku tak sejahat dan secerewet yang teman-teman bayangkan. Beliau adalah tipe eyang yang sangat sayanag dengan anak dan cucunya, namun maklumlah naluri embah-embah,, bawaanya bawel mulu, hehehehe peace eyang, peace.
"Tole, kamu nanti malam di suruh ngadep eyang kakung sendiri. Jam 20.00 gak boleh terlambat. NGERTI !!!", hmmmmm,, ini eyang putri ku apa panglima kostrad,, kok nadanya singkat padat dan jelas. Maka seketika langsung ku jawab,,
"Siap, laksanakan eyang!!!", dengan suara lantang yang tak kalah seru ku jawab eyang kostrad ku sambil langsung menutup telephone nya.
================================ 2 ================================
Badai spekulasi berkecamuk pada saraf otak ku, yang terus menyambar dan tak mau berhenti menghantam lapuknya pendirian ku. Merong-rong pikiran positif ku yang membuat ku tersandung pada aura negatif yang kuciptakan sendiri.
"Ada apa ini,, belum pernah eyang kakung meminta ku menghadap seorang diri, kesalahan apa yang telah aku lakukan?",, gumamku membelah racaunya otak ku. Kawan, perlu kalian ketahui, bahwa aku lahir, hidup dan tinggal dalam sebuah keluarga besar jawa yang masih menganut paham jawa kuno alias masih sangat berkiblat pada suasana kerajaan. Yahhhh, maklumlah kawan, keluarga ku memang masih keturunan bangsawan dari salah satu kraton dijawa tengah. So gaya pendidikan keluarga sangat sentralis kepada eyang kakung yang nota bene adalah generasi tertua dalam keluarga. Sistem patrialis yang kami anut benar-benar kadang membuat hal-hal sepele menjadi hal yang sangat rumit.
Setiap anggota keluarga harus hidup besarkan aturan yang berlaku di keluarga, menjaga kehormatan dan nama baik keluarga adalah hal yang sama sekali tak bisa di tawar. Lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup berkalang bangkai, mungkin itulah semboyan keluarga kami untuk tetap menjunjung tinggi kehormatan keluarga sebagai salah satu penerus generasi kraton yang dijadikan panutan bagi masyarakat sekitar tempat tinggal kami. Dan tahukah engkau kawan, setiap anggota keluarga yang membangkang atau tidak menuruti titah paduka eyang kakung ataupun dewan penasehat keluarga, maka yang bersangkutan harus rela di keluarkan dari keluarga dan harus melepas nama belakang yang kami semua menyandang nya. Hmmm sebuah hukuman yang sangat berat dari sebuah konsekuensi sistem patrialis yang masih diterapkan di era lumpur lapindo ini.
Keluarga kami sangat percaya dengan yang namanya pakem jawa yang terangkum dalam sebuah kitab jawa kuno yang diberi nama PRIMBON. Di dalam primbon dan pakem jawa mengatur banyak sekali hal-hal di dunia ini. Mulai dari gejala alam yang di kaitkan dengan sebuah kepercayaan sebagai peringatan dan pertanda terhadap kejadian yang akan terjadi, misalnya munculnya lintang jogo belek (bintang jogo belek), yang berarti negara akan berduka atau akan terjadi duka nasional, kemudian munculnya lindu (gempa kecil) pada jam-jam tertentu dan hari-hari tertentu juga merupakan sebuah peringatan dari yang maha kuasa kepada manusia untuk lebih berhati-hati. Primbon itu juga mengatur masalah perjodohan yang dikaitkan dengan WETON. Mungkin bagi kawan-kawan yang berasal dari suku jawa, kata-kata weton sudah tidak asing lagi. Ya memang benar, weton adalah sebuah hitungan atau sebutan untuk hari kelahiran seseorang, misalnya jumat kliwon, slasa pahing, rebo wage dan seterusnya. Weton ini menyangkut rejeki, jodoh dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan diri seseorang.
Di dalam jawa, semua memang bekerja serba misterius. semuala aku tak percaya dengan tahayul orang orang tua yang berusaha mempertahankan tradisi di era lapindo jaman face book. Namun lambat laun aku mulai percaya meskipun tidak sepenuhnya, karena kata eyang dari jawa tengah si pengarang kitab primbon tidaklah orang yang ngawur dengan spekulasi seenaknya sendiri. Untuk merumuskan primbon, para ilmuwan-ilmuwan jawa kuno telah melakukan penelitian selama beratus-ratus tahun dengan melakukan lebih dari seribu pencatatan untuk setiap kejadian alam yang terjadi dan setiap hal yang terjadi pada setiap indifidu. Kepercayaan ku bukanlah sebuah hal yang tak berdasar, karena setiap orang yang melanggar hal-hal atau ketetapan yang telah di tetapkan dalam primbon pasti bakal celaka, semua itu sudah aku dapatkan buktinya dan secara rasional akal ilmiah bisa diterima. Misalnya dalam primbon tidak diperbolehkan anak terakhir (cowok) menikah dengan anak terakhir (cewek) yang ibu nya juga merupakan anak terakhir dari keluarganya. Secara genetis hal tersebut memang disarankan untuk tidak dilakukan karena sifat resesive dari gen akan muncul dan peluang terjadi kecacatan untuk keturunannya sangat besar. Misterius tapi masuk akal, mungkin itulah gambaranku terhadap ilmuwan-ilmuwan kuno pada zaman gajah mada dulu. Tapi percaya gak percaya tergantung anda menyikapinya kawan.
Malam itu hampir pukul 20.00, jantungku semakin tak beraturan memompa darah. Kadang kepala terasa panas, kadang keluar keringat dari leher, menunjukkan fluktuasi metabolisme yang tidak wajar pada tubuh ku dikarenakan tegang yang berlebihan. Aku sangat hormat dan segan pada eyang kakung ku, karena beliau sosok idola yang patut untuk di contoh. Tegas, lugas dan berpendirian tak tergoyahkan meskipun air bah situ gintung menerjang beliau. Ucapannya adalah sabda dan tingkahnya adalah tauladan bagi para seluruh anggota keluarga, begitulah gerangan beliau yang telah menginjak usia 95 tahun. Dengan usai yang hampir seabad itu hanya nampak sedikit guratan usia diwajahnya, rutinitas bekerja di sawah sama sekali masih menjadi menu olah raganya. hmmmmmm, betapa hormatnya aku pada beliau. Dan tahukah engkau kawan, setiap anggota keluarga yang di panggilnya pasti sedang dalam masalah. Nah malam ini tiba-tiba aku yang di panggil, haduhhhhh, apa gerangan dosa tak terdeteksi yang telah aku lakukan.
Jarum jam melaju dengan kecepatan yang biasa-biasa saja, berdetak setiap detik dan semakin mendekati waktu untuk menghadap eyang kakung. Gundah gelana menerpa wajahku, nampaknya ibu ku pun bisa mengartikan bahasa dari wajah hitam tak beraturan yang aku miliki meskipun dari tadi sudah aku sembunyikan dengan guyonan-guyonan tak jelas untuk mengelabuhi ibu, tapi ternyata ketahuan juga.
"Wajah mu kok aneh gitu?? kamu kenapa le??", sahut ibu ku sontak membuat tertariknya adrenalin ku sehingga membuat ku terkejut.
"mmmmm anu bu, anu,,", sambil mengucapkan kata-kata itu aku terus menggeleng-gelengkan kepala ku mirip ayam yang terkena firus tetelo.
"Kamu di panggil eyang kakung ya, ibu sudah tau kok", jawab ibu ku dengan wajah yang datar.
"Ibu, kira-kira kenapa ya aku dipanggil eyang kakung??", sambil gemetar kuucapkan kata-kata itu untuk menyahut ibu ku.
"Kamu mau dikasih wejangan, nanti kamu juga tau sendiri", balas ibu ku dengan wajah yang masih amat sangat datar.
Sahut ibu ku sama sekali tak memberikan solusi, malah menambah letupan-letupan penasaran pada diri ku. Gerakan seismik yang menggetarkan jantungku dari tadi sama sekali tak mau berhenti, akhirnya aku putuskan untuk menueret keluar bebek merah ku dan menancapnya dengan syahdu nan sendu.
Gerak angin yang gontai, hawa malam melambai-lambai menerpa kaos biru muda berpadu dengan warna kuning di tengahnya, seraya mencoba mendramatisir perjalanan ku ke rumah eyang yang hanya berjarak 1,5 Km dari rumah ku. Karet rem berdecit, ban belakangku nampak bergeser melawan gaya gesek yang terjadi akibat gaya berlawanan arah yang timbul antar ban belakang ku dengan pasir-pasir yang berada di halaman depan ruamh eyang ku. Belum sempat aku melerai gesekan antara ban dengan pasir dan belum sempat juga aku memarkir bebek merah ku, tiba-tiba ada yang meraung menyalak dan menggonggong di depan ku. Hmmmmm, itu adalah seto dan jacky, dua anjing penjaga rumah yang di pelihara oleh eyang kakung ku. Kedua hewan itu menyalak heroik seperti bintang film cihua-hua, ,,
"haei-hei, seto, jacky, ayo masuk", kedua dober man itu langsung tertunduk kikuk mematuhi perintah tuannya. Aku pun ikut terperanjat melihatnya, ternyata si tuan tersebut adalah eyang kakung ku.
"Masuk le,", tanpa basa-basi dan prakata penyambutan, beliau langsung menyuruh ku masuk.
Seperti biasa, saat aku kerumah itu, aku selalu disambut hangat oleh eyang putri ku. Meski tadi sempat kau bentak dalam telephne, nampaknya hal tersebut tidak mengubah hangat kasih eyang putri ku kepada ku. Dengan sedikit pelukan yang kemudian di pererat dan dilanjutkan dengan cipika-cipiki, begitulah cara eyang putri menyapaku. Sedangkan eyang kakung masih tenggelam di dalam kursi singgasananya di ruang tamu.
"Sini, duduk sini le,,", suara eyang kakung memecah kehangatan sambutan eyang putri ku. Aku pun mirip seto dan jacky langsung menuruti perintah beliau.
"Sendhika dawuh eyang kakung", sahut ku dengan logat ala pewayangan menjawab suara khas eyang kakung ku. Eyang kakung pun membuka dengan percakapan-percakapan hangat ala maha guru yang memberikan wejangan pada muritnya. Sedangkan aku hanya bisa menatap dasar meja segi empat berukiran mirip batik yang terbuat dari kayu jati yang adri tadi dengan setia ikut mendengarkan wejangan eyang kakung. Sambil terus manggut-manggut dan tanpa pernah menatap beliau, begitulah cara dan tatakrama keluarga ku untuk menghormati orang yang lebih tua.
Jam yang berukuran jumbo terbuat dari kayu berbentuk kubus dengan atapnya hampir membentuk prisma dan bertahtakan naga terus berdetak mengiringi wejangan demi wejangan eyang kakung ku. Obrolan pun berlanjut hingga tengah malam, suara eyang kakung yang berorasi mirip dengan faunding father kita benar-benar banyak memberiku sebuah inspirasi, tak terasa hampir dua jam setengah kita berdiskusi hingga akhirnya tibalah pada inti dari orasi yang eyang kakung sampaikan.
"Kamu orang jawa?", sergap eyang kakung menjebakku.
"Inggeh eyang", sahut ku pelan dan tetap menunduk.
"Kamu tahu adat jawa dan keluarga kita?", pertanyaan eyang ku benar-benar mengepung ku. Hingga susah sekali rasanya nafas ini ku hirup.
"Inggeh eyang", jawab ku dengan fose masih manggut-manggut dan tetap menunduk.
"Hmmmmmmm", sejenak eyang berdehem sambil menghisap rokok yang selalu ada pada pipanya. Sedikit ku tinggikan mata ku untuk melirik ekspresi beliau, namun belum sempat aku mengobserfasi wajah tua itu, tiba-tiba semua yang ku pandang berwarna putih. Anjriiiiiit, ternyata kepulan asap dari eyang membuat buta mata ku untuk beberapa saat.
"Kamu mau ngatur orang tua apa di atur orang tua??", timpal eyang ku sambil menghembuskan asap putih yang setia tinggal di mulutnya.
Malam semakin hening, ngingang-ngingang pertanyaan eyang kakung ku yang terakhir benar-benar mengepung ku seperti pasukan mao tzedong. Benar-benar pelan namun mematikan, pertanyaan yang sarat makna, intrik dan metafora. Aku sadar, bahwa pertanyaan ini tak ubahnya sebuah simalakama yang menggertak dan memasung. Membuat aku seperti manohara yang kebingungan akan apa yang harus di lakukan. Namun bagaimanapun juga sebagai penerus keluarga yang diwarisi sifat ksatria, aku harus menjawab pertanyaan itu dengan wibawa apapun resikonya.
"mmmm,,, saya pengennya diatur orang tua eyang", sahut ku dengan penuh keyakinan membalas sergapan pertanyaan itu.
"Kalu memang begitu, kmu harus putus dengan pacar kamu yang sekarang", dengan sorot mata elang dia menatapku untuk lebih meyakinkan tentang ucapannya kepada ku.
"Putus eyang, memang salahnya apa??", tanya ku seraya memberontak dengan keputusan itu.
"Weton kamu dengan dia tidak cocok, kamu senin legi sedangkan dia selasa pahing. Kalo kamu tetap meneruskan hubungan itu, maka hanya akan membuat kamu merasakan sakit hati dan tersiksa". Penjelasan eyang ku disertai dengan kitab primbon betal jemur yang tersohor karena akurasinya. Belum sempat aku membantah kata-kata itu, tiba-tiba eyang sudah berorasi lagi.
"Selain itu, kamu dan dia ragil kuning. Tole, putu ku. Eyang ini weruh sakdurunge winalah (tahu sebelum kejadian), eyang sangat percaya dengan mata batin eyang. Putus dia sekarang", celoteh eyang ku menutup orasinya.
Setengah tidak percaya aku harus mengamini kalimat eyang ku itu. Kami sekeluarga tau bahwa eyang mempunya kelebihan indera ke enam, entah percaya atau tidak, kadang beliau bisa melihat pertanda-pertanda untuk masa depan. Sukar dipercaya memang, namun begitulah kepercayaan keluarga kami. Sejenak aku diam membisu, meliarkan lamunanku tentang apa yang harus aku lakukan. Aku benar-benar mencintai wanita ku, aku sangat menyayangi dia. Dia ibarat

Sabtu, 23 Mei 2009

SELAMAT DATANG DI WIKE ZONE


Salam Cinta dan kedamaian,,,

Kawan, Hidup ini adalah sebuah pilihan yang sangat amat sulit. Kadang kita harus merasakan derasnya hujan disertai petir yang menyambar, hanya untuk melihat keindahan pelangi yang terlukis sesudahnya. Atau mungkin saat masih kecil kita terpagut takut setakut-takutnya ketika gigi susu berjatuhan satu persatu, dan tertawa riang ketika gigi baru muncul menggantikan yang lama. Ya itullah hidup, permadani misteri yang terhampar luas tak berbatas di dalam telur bulat yang dicipta oleh sang maha pencipta untuk kita para manusia. Berbagai keelokan tergurat jelas di indahnya hidup ini, namun berjuta karung jurang kesedihan bertabur prustasi adalah sbuah ketentuan yang wajib dilalui. Susah dan senang adalah sebuah sandiwara yang terekam dalam video vatamorgana vana dalam setiap cerita manusia. Setiap orang memiliki skrip dan skenario yang berbeda-beda anatar satu dengan yang lainnya. Beberapa orang dilahirkan dengan kekayaan, ketampanan dan keagungan. sebian orang dilahirkan dengan kondisi bertolak belakang dan terlihat kontras dengan uraian yang pertama, yaitu miskin, bertampang buruk, dan tanpa keagungan. Namun sebagian besar orang dilahirkan dalam situasi dan kondisi yang semuanya serba cukup atau mungkin pas-pasan, yaitu harta pas-pasan, tampang pas-pasan, dan kedudukan pun juga pas-pasan. itu adalah strata fenomena yang ada pada kehidupan. Keunikan dan perbedaan yang terjadi pada masing2 strata adalah sebuah neraca sempurna yang menempatkannya pada satu garis keseimbangan. Keseimbangan alam yang akan saling melengkapi dan meratapi. Namun apabila ditarik garis besar secara lurus, meskipun pada dasarnya juga tak terlalu lurus, ada sebuah kesamaan pada setiap manusia. Yaitu Hidup ini adalah sebuah perjuangan untuk mempertahankan hidup itu sendiri. Dengan sedikit pilihan dan kesempatan yang akhirnya membuat kebijaksanaan mengambil keputusan akan menjadi kasta tertinggi di dalam permadani misteri ini. Untuk menjadi bijaksana dan berfikir secara bijaksana tidaklah semudah merebut permen dari anak TK mawar kasih dekat rumah ku, namun untuk meraih kebijaksanaan itu seseorang harus terlebih dahulu mengalami metamorfosis. Tahap yang paling penting dalam metamorfosis itu adalah KEDEWASAAN. Dimana setiap individu mampu menempatkan tindakan dewasa dalam setiap jengkal langkah kaki yang terayun. Menikmati segala rasa sakit dan menjadikannya sebuah pelajaran yang sangat berarti dalam kehidupan. Kadang harus tersenyum didalam kepedihan dan berendah diri di balik kebahagyaan. Setiap detik menjadi sangat berarti, karena detik waktu yang terlalui akan ditukar dengan segelas telaga kedewasaan yang menyejukkan. Menjadikan hari-hari fana sebagai inspirasi terbesar dalam hidup ini, sehingga susah senang tak akan terucap, air mata akan terbendung dan senyum hanya akan tersipu. Karena sejatinya susah senang adalah sebuah ilusi yang sama-sama kosong. Hidup ini akan indah jika setiap apa yang terjadi kita menjadikannya sebuah INSPIRASI. Oleh karena itu, blog ini saya persembahkan buat kawan-kawan yang ingin menikmati hidup, ingin membuat hidup lebih bermanfaat, dan ingin menemukan inspirasinya sendiri. Karena setiap inci dari kata-kata yang tertulis disini berasal dari setiap lembar kejadian yang saya alami, maka semoga blog ini membantu anda menemukan inspirasi.
SELANAT DATANG DI WIKE ZONE
ZONA INSPIRASI YANG HAKIKI